Musa dan Misi Rajut Reuni SPG St. Paulus Sekadau Makes Sekadau Kota Pelajar Again
Musa dan Misi. Tak syak lagi. Bagai duet Musa dan Harun zaman dahulu kala. Bahu membahu 2-M, salah dua alumni yang menonjol, ingin bikin sesuatu. Legasi yang ditinggalkan sebagai kenangan abadi. Apa itu?
Dua "pendekar" alumni SPG St. Paulus Sekadau, Kalimantan Barat awal tahun 1980-an ini sungguh patut mendapat decak lagum. Saling topang berdua, mereka membuat sebuah reuni akbar. Yakni temu-kangen para lulusan SPG St. Paulus Sekadau, bukan hanya ajang berkangen-ria, melainkan juga berbela rasa.
“Ke
depannya, kita bikin perkumpulan tetap, lengkap dengan pengurusnya. Jika
terbentuk, kita akan bikin sesuatu yang bermanfaat. Setidaknya bagi alumni dan
anggotanya,” terang Musa, panitia inti, dengan semangat menggebu.
Dari kanan ke kiri: Paulus Misi, Musa Narang, dan Masri Deraman sedang membahas buku kenangan reuni SPG St. Paulus Sekadau. Bila bertemu, puaslah hatiku. |
Berdua
dengan Misi, Musa rutin mengadakan komunikasi. Minggu lalu (27 Maret 2023)
keduanya bahkan mengadakan pertemuan khusus. Melibatkan Masri Sareb Deraman,
sebagai penerbit dan percetakan. Untuk menerbitkan dan mencetak buku data
alumni dan mengabadikan sejumput kenangan selama sekolah.
Menurut
Musa, reuni akan diadakan 7 – 8 Juli 2023 di Sekadau. “Semua alumni kita undang datang.
Ada grup WA. Kita sudah komunikasi. Pokoknya, Sekadau akan ramai. Dan kembali
jadi kota pelajar,” papar Musa.
2-M yang Gigih
Terselenggaranya reuni ini, tak lepas dari kegigihan 2-M, yakni Musa dan Misi. Keduanya bagai bensin dan mobil, seiring sejalan. Bahkan bagai tapang berimbai yang senantiasa saling topang dalam ketinggian dan lebat sarang lebahnya.
Siang malam bekerja bagai lebah, keduanya menghubungi dan mencari data alumni. Bahkan sampai masuk ke perpustakaan keuskupan Sanggau, di mana sebuah ruang telah jarang dimasuki orang, penuh debu, dan arsipnya telah rayap dimakan usia. Namun, keduanya berkanjang. Sukses mendapatkan apa yang diinginkan meski penuh dengan perjuangan. Malkum, arsip tua era SPG Sekadau Yayasan Karya, pusatnya ada di Sanggau. Dan semua arsip lama, tersimpan tidur dengan pulas di sana.
Untuk mengabadikan kenangan
masa lalu, disusun dan diterbitkan buku. Merupakan kumpulan cerpen dari para
alumni SPG St. Paulus Sekadau, para Kepala Sekolah, guru dan pegawai serta
orang-orang yang memiliki hubungan dekat dan bersimpati dengan SPG.
Musa menerangkan bahwa Cerpen yang termuat di buku kenangan akan mengisahkan hal-hal yang menarik, mengesankan (tak terlupakan), nostalgia dan
mungkin juga cerita-cerita lucu, serta boleh juga menyumbang puisi atau bahkan
pantun; yang terjadi selama mereka bersekolah di SPG St.Paulus Sekadau, bahkan
masih dirasakan sampai kini, misalnya karena mereka mendapatkan jodohnya di
SPG.
“Mari, kirimkan! Apa saja, yang menjadi kenangan-kenangan indahnya ke Panitia untuk dibukukan. Sekali untuk dikenang selamanya,” Musa mengajak kawan-kawannya berpartisipasi.
Buku kenangan alumni yang pastinya penuh kenangan. |
Acara
rencananya dibuka Bupati Sekadau, Aron SH. “Bupati tentunya suka dengan
kegiatan ini, sebab mendukung perkembangan dan peningkatan kualitas pendidikan di wilayahnya. Selain
itu, Uskup Sanggau Mgr. Dr. Valentinus Saeng, CP juga akan datang bukan hanya
menyapa para alumni, tetapi juga mengadakan Misa syukur,” terang Musa yang
telah mengkonfirmasi kehadiran dua tokoh penting itu.
Selain itu, ada Seminar Pendidikan yang mengusung 3 tema dalam 3 sesi : 1) Peranserta Alumni SPG St. Paulus Sekadau dalam mencerdaskan Bangsa. Menampilkan 2 pembicara. 2)Peranan Lembaga Pendidikan Guru dan para pendidik masa kini dalam mencerdaskan bangsa. Menampilkan 2 pembicara, dan 3) Pemberdayaan para (calon) pensiunan guru dan lansia. Menampilkan 2 pembicara.
“Seminar ini akan dikemas
dalam bentuk diskusi panel, sehingga
terasa lebih akrab dan rileks,” jelas Musa.
Kini
bangunan tempat para alumi sekolah SPG Sekadau dulu, telah rata dengan tanah.
Tinggal puing-puingnya, seperti syair lagu. Namun, kenangan, abadi. Meski
secara fisik SPG Sekadau sudah tak ada, tapi spirit dan ruhnya tetap.
Itulah
yang menjadi pertimbangan Musa dan Misi. Keduanya luar biasa antusias untuk
pendidkan Sekadau. Khususnya SPG, telah dibuat
senarai alumni, dari angkatan 1971 – 1991.
Bila bertemu puaslah hatiku
Sepenggal syair lagu Panbers
“Gereja Tua” sengaja diangkat Panitia sebagai tagline reuni. Sungguh menyentuh.
Bahkan mereobek-robek nostalgia masa lalu. Pastilah reuni SPG Sekadau ini meninggalkan
kesan mendalam bagi setiap orang.
Paulus Florus, salah seorang
alumnus cukup menonjol sekolah ini mengaku tak bisa lekang ingatannya dari SPG
Sekadau. Bahkan menurutnya, SPG ini telah membalikkan jalan hidupnya.
Paulus Florus: salah satu alumnus SPG St. Paulus yang cukup menonjol. "Beruntung sekolah di sini," katanya. |
Florus pun mulai kisahnya yang berkut ini:
“Ketika
aku selesai ujian akhir SD seorang guruku bertanya: "Apa cita-citamu?". Dengan spontan aku menjawab: "Mau jadi dokter."
Padahal ketika itu aku sama sekali tidak punya gambaran tentang pendidikan
kedokteran.
Lalu
aku diantarkan ke Sekadau, dan didaftarkan ke SMP St.Gabriel. 3 tahun di SMP
itu terasa cepat berlalu. Teman-teman sekelas kebanyakan mau melanjutkan ke
SPG. Itu sekolah yang ada di depan mata. Aku pun ikut mendaftarkan diri. Orang
tuaku juga setuju, dengan alasan nanti dapat langsung menjadi guru.
Jadilah
aku seorang siswa di SPG Santo Paulus.
Sekolah yang selalu kukenang, karena turut membentuk diriku seperti ini.
St. Paulus yang sedikit aku ketahui adalah yang sering disebut dalam pembacaan
Kitab Suci di gereja. Tetapi ini lain. Pelindung SPG-ku adalah Santo Paulus
dari Salib, pendiri Konggregasi Pasionis, bapa bagi para pastor, bruder dan
suster yang berkarya di Sekadau. St.Paulus dari Salib ini anak seorang pedagang
tekstil kaya. Nama aslinya Paulo Danei. Lahir pada 3 Januari 1694 di Ovada,
Italia. Dia sempat menjadi seorang rohaniwan militer. Dia meninggal pada 8
Oktober 1775 di Roma, pada umur 81 tahun.
Ternyata
belajar di sekolah ini menyenangkan. Lupa ciuta-cita jadi dokter. Gedung
sekolah memang tua dan kurang menarik. Konon, menurut cerita yang pernah
kudengar, gedung tua itu peninggalan Partai Persatuan Dayak (PD) yang
diserahkan kepada Gereja dengan catatan hanya boleh digunakan untuk kegiatan
sosial, termasuk pendidikan.
Tadi
aku katakan bahwa belajar di SPG ini menyenangkan. Memang benar. Para guru
bersahabat. Tidak ada yang galak. Beberapa guru menjadi idolaku, karena gaya
dan cara mengajarnya aku suka. Misalnya, karena humoris, pandai bercerita,
sabar, ramah, berdisiplin, komunikasinya baik, dan tidak pelit memberikan
nilai.”
Apatah yang menjadi penggalan kisah selanjutnya?
Nanti saja dengar sambungan ceritanya kalau bertemu. Maka puaslah hati ini!