Jembatan Penanjung Sekadau

Jembatan Sekadau, Kompeni Hindia Belanda tahun 1938, Sungai Sekadau, Gertak, Penanjung, Keruit
Pesona Gertak Lama: Jembatan Penanjung. 
sumber gambar: Tribun Pontianak.

Jembatan Penanjung. Sungguh agung. Berpagar gedung gantung. Sepanjang hari yang melintasi, silih berganti. Mengenang dayang hati sayang ingat zaman berjuang.....

Rasa-rasanya, Jembatan memintas Sungai Sekadau yang menghubungkannya dengan wilayah hulu kabupaten Sintang dan wilayah hilir Kabupaten Sanggau ini tergantung kita untuk menjadikannya terkenal.
Seperti halnya Jembatan Merah, langgam irama keroncong, yang diciptakan Gesang pada tahun 1943. Dari syair lagunya yang puitis dan filosofis diketahui Jembatan Merah mengisahkan seorang pejuang yang berpisah dengan kekasih hatinya yang berjuang di Surabaya untuk kemerdekaan Indonesia.

Sejarah dan pesona Jembatan Penanjung

Barangkali tidak semerah aslinya, namun Jembatan Merah tetap abadi sepanjang masa. Bila dekat 17-an, tak pernah tidak berkumandang. Ever green sepajang zaman. Si jembatan merah tak pelak lagi menjadi amat terkenal karena ada lagunya. Selain Jembatan Ancol yang juga jadi terkenal karena ada sinetronya "Si Manis Jembatan Ancol". Yang pastinya masih segar dalam ingatan kita diperankan aktris cantik nan seksi, Indah Permatasari.
Jembatan Penanjung pun bisa setenar dan seabadi itu. Asalkan diciptakan dari kedalaman palung hati yang paling dalam. Yang memindahkan nuansa jiwa dan kedalaman hati warga Sekadau yang merindukan barangkali zaman kini "kekasih hati" yakni sesuatu yang dicita-citakan. Jika dahulu kemerdekaan, kini apa yang menjadi cita-cita bangsa? Siakan para filosof, aransemen lagu, serta para penyair mencarinya!
Terlepas dari mimpi akan diciptanya lagu "Jembatan Penanjung" mari kita plesir ke sini. Dalam lawatan serta kunjungan ke Sekadau, saya senantiasa tidak pernah tidak terarah mata ke sedikit bagian hilir jembatan Penanjung yang baru dan modern yang saat ini dilintasi oleh berbagai jenis kendaraan. Sebelah menyebelah dengan jembatan yang lama. Namun, terasa jembatan lama yang punya pesona. Menurut cerita orang tua, jembatan yang dalam bahasa masyarakat setempat disebut "gertak" ini dibangun sebelum kemerdekaan. Pembangunannya oleh kompeni Hindia Belanda pada tahun 1938.

Gertak Penanjung ini pernah dibom

Menurut kisah para orang tua di Tapang Sambas, kompeni Hindia Belanda pun membangun jalan lintas Sekadau-Sintang. "Dahulu kala bertimbun tanah liat dan tanah merah sekitar untuk menimbun jalan. Maka ada lokasi 'tanah merah' di sini," kata para orang tua bercerita.
Penampakan Gertak Penanjung, jembatan lama semasa Hindia Belanda.
Lalu ketika Jepang datang, sirka tahun 1943, Gertak Penanjung ini pernah dibom. Namun, setelah itu direstorasi kembali. Dahulu kala "gertak gantung" namanya karena posisinya bergantung, tidak menggunakan kaki yang dicor dengan semen dan kerangka besi baja.

Disebut "Jembatan Penanjung" karena
gertak ini terletak di dusun Penanjung, Desa Mungguk, Kecamatan Sekadau Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Panjang gertak 90 meter dengan lebar 2,5 meter.
Terlihat para pejalan kaki dan pengguna kendaraan roda dua yang melintas di gertak ini. Agaknya kendaraan roda empat tidak diizinkan lewat sebab kondisi jembatan telah kurang mampu lagi menahan beban yang terlampau berat mengingat usianya yang semakin renta. Namun justru karena itu, gertak Penanjung ini menyimpan pesona. 

Ketika senja membekap kota Sekadau. Dan matahari membiaskan sinar keemasannya dari arah barat, sungguh menyenangkan menikmati senja di sini. Kita akan turun ke bawah jembatan, dari Penanjung Island yang di sekitarnya banyak kafe, resto, dan penginapan. Jalan kaki saja ke gertak ini. 

Duduk duduk di tepian sungai Sekadau yang tiada putusnya mengalirkan air dari celah-celah batu dan pegunungan di perhuluan, amboi sungguhlah surga-dunia! Sembari menikmati suasana alam senja. Ditingkah musik alami cericit bunyi suara burung-burung walet sedang pulang ke sarang yang menjulang mencakar langit tepian Sungai Sekadau.

Ada banyak titik pesona wisata alam Sekadau yang patut dikunjungi. Indah tidaknya, kerap bergantung kepada suasana hati dan kententeraman jiwa kita juga. Mengapa? Sebab keindahan itu gabugan antara nyata dan abstrak. Bukan hanya di indera, melainkan juga pada jiwa dan suasana hati.

Gertak Penanjung misalnya. Jadi sebuah pesona manakala ke sini, hati dan jiwa  sang kelana sedang dalam suasana gembira. Keindahan akan diserap oleh jiwa yang peka dengan cinta.

Tumbal kepala manusia: mitos atau fakta?

Sebelum mengawali kisahnya, baiklah kita mengikuti kata pembuka yang lazim untuk mengawali sebuah dongeng cerita pada masa yang lalu. "Hilang kisah, timbul cerita. Pomula' aku, pomula' gak orang tua" (hilang kisah muncul cerita. Jika saya berbual, bohong pula orang tua yang menceritakan kisah ini".

Beredar luas pula kabar, berita burung waktu masa pembuatan Gertak Penanjung ini. Kisah dari para tetua mengenai bagaimana gertak ini ketika akan dan sedang dibangun meminta tumbal, yakni kepala-kepala manusia dan kepala kerbau.

Kepala-kepala itu jadi alas, tumbal, jembatan. Selain agar kuat, ruh-ruh dunia atas menghendakinya. 

Alkisah orang tua. Kalau tidak diberi tumbal maka gertak Penanjung itu tidak akan bisa jadi. Maka pada zaman pembangunan gertak Penanjung itu, ada isu yang kuat berembus yakni "Keruit". Yaitu para pencari kepala manusia dan kerbau untuk tumbal bagi pembangunan gertak Penanjung. Isu yang beredar luas ini membuat anak-anak dan perempuan sangat ketakutan untuk keluar rumah. Sampai-sampai ke ladang dan ngaret (noreh getah) pun mereka tidak berani.

"Kepala-kepala hasil Keruit itu, syahdan kisahnya, disemen di kiri dan kanan kedua ujung gertak. Ketika saya kecil, bersama bapak bersepeda, ngeri-ngeri sedap ketika lewat gertak Penanjung. Berdiri bulu roma, sehingga mengayuh sepeda makin cepat di situ," demikian kesaksian Musa Narang mengenang peristiwa masa silam itu.

Tumbal kepala bagi Gertak Penanjung, benar tidaknya, terserah pembaca percaya atau tidak. Namun, setidaknya demikianlah kisah sengsara jembatan kita itu dahulu ketika sedang dibangun. 

Makanya selain pesona keindahannya, sejarah, serta kisah di balik Gertak Penanjung itu menjadi daya tarik sendiri. Selain bercampur dengan unsur magisnya juga.
-- Rangkaya Bada

LihatTutupKomentar
Cancel